"I see
no reason to spend your life writing poems unless your goal is to write great
poems."
Donald Hall.
Ya, saya sepakat dengan Tuan Hall. Meskipun
begitu, saya masih kerap bingung, bagaimanakah puisi yang dahsyat itu? Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut, saya sudah tercekat di pertanyaan, apa itu puisi.
Apa itu puisi? Puisi adalah yang ditulis penyair. Siapa itu penyair? Penyair
adalah yang menulis puisi. Dua pertanyaan dan dua jawaban yang sederhana, mudah
mengartikannya, tapi masih rumpang untuk dijadikan landasan atau titik tolak
mendefinisikan puisi secara pasti. Bagaimana bisa satu puisi dikatakan dahsyat
jika puisi itu sebenarnya apa belum terjawab? Bagaimana bisa duren dikatakan
enak jika duren itu apa tidak ada yang tahu?
Beruntunglah kita. Manusia selalu menolak
untuk rampung. Manusia berkecenderungan melanjutkan, meski rumpang. Semisal
menemu jalan buntu, manusia menolak berhenti. Manusia bisa membayangkan jalan
lain, menerka-nerka adakah cara lain untuk melanjutkan, alih-alih berhenti. Entah
itu menjebol tembok, memanjat, atau berputar balik. apapun asal tidak
berhenti. Aha, dan saya juga menolak
berhenti, meski definisi puisi belum pasti saya dapatkan. Saya menerka-nerka. Saya
mulai menerka-nerka apa itu puisi, terkaan sederhana dulu. Puisi, sederhananya,
adalah produk bahasa. Lalu apa syarat awal—paling sederhana—satu puisi
dikatakan puisi dahsyat? Hmm. Saya membayangkan sebuah jawaban, puisi dahsyat
adalah yang sesuai dengan kaidah tata bahasa—produk yang baik adalah yang
sesuai dengan standar perusahaan.
puisi
dahsyat
Memasuki puisi adalah melewati pintu bahasa
itu sendiri. Yang Kung menggunakan sistem bahasa Indonesia dalam puisinya. Maka
untuk menikmati dan mengapresiasi puisinya, tidak mungkin tidak, mesti
menggunakan sistem bahasa Indonesia. puisi CATATAN LEPAS karya Yang Kung
sepertinya taat kaidah bahasa. puisi tersebut terdiri dari tiga baris. Tiap
baris berupa satu kalimat yang utuh. Dan, hanya baris pertama yang merupakan
kalimat majemuk, //hujan yang, biasanya kau kenal, lembut dan santun itu
berubah perangainya//. Ada aposisi di sana—ungkapan yang diapit oleh dua koma,
/biasanya kau kenal/. Apa itu aposisi? Dalam KBBI, aposisi diartikan sebagai
ungkapan yang berfungsi menambah atau menjelaskan ungkapan sebelumnya dalam
satu kalimat.
Hmm. Apa yang coba dijelaskan oleh /biasanya
kau kenal/? Apakah [hujan]? Ataukah [yang]? Tapi [yang] sendiri adalah kata
bantu aposisional. Fungsi [yang] adalah menyambungkan kata yang dijelaskan
dengan ungkapan yang menjelaskan. Tempe goreng yang disiapkan ibu untuk makan
malam keluarga dimakan kucing. Aposisi dan kata [yang] berfungsi sama dalam
kalimat. Tempe goreng, disiapkan ibu untuk makan malam keluarga, dimakan
kucing. Jadi, bagaimana ini? Ah, satu lagi pertanyaan yang belum terjawab, selain
apa itu puisi dahsyat, apa yang coba dijelaskan oleh /biasanya kau kenal/?
Pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab kadang mengesalkan, //sejak kemarin
sore hingga pagi ini tingkahnya mengesalkanmu//. Tentu saja, apalagi pertanyaan
itu terus merongrong. Namun, ada kalanya pertanyaan perlu dibiarkan tak
terjawab, sesuatu tak termaknai. Sekadar membuka kemungkinan untuk terus
mencari, terus belajar, terus membayangkan.
Dan saya masih membayangkan puisi CATATAN
LEPAS ini adalah puisi yang dahsyat. Konon, puisi tak hanya soal sistem bahasa.
Puisi bukan sekadar produk bahasa, melainkan juga produk sosial. Puisi memiliki
sistem komunikasinya sendiri. Lalu, apa yang hendak dikatakan CATATAN LEPAS?
Apa makna yang dibawanya? Sepertinya saya perlu membaca ulang puisi CATATAN
LEPAS sekali lagi, atau berkali-kali lagi. Bukankah saya sedang membayangkannya
sebagai puisi dahsyat?
CATATAN
LEPAS
Hujan
yang, biasanya kau kenal, lembut dan santun itu berubah perangainya.
Sejak
kemarin sore hingga pagi ini tingkahnya mengesalkanmu.
Tak
sedetik pun waktumu berlalu tanpa kehadirannya.
(Yang
Kung, 13012013)
licentia poetica
Oh iya, saya jadi teringat dengan licentia poetica. Istilah yang konon
pertama kali muncul dalam buku Aristoteles Ars
Poetica, konon pula bermakna puisi mempunyai aturannya sendiri. Barangkali semacam
kebebasan penyair untuk melepaskan diri dari aturan-aturan sistem yang
melingkupi puisi. Entah itu sistem bahasa atau sistem komunikasi. Tapi, tunggu
dulu, saya tidak hendak serampangan memaknai licentia poetica. Nyoman Kutha Ratna, dalam bukunya Stilistika,
menyatakan, “…untuk menyampaikan pesan, dan apabila dipandang perlu, pengarang
diperkenankan untuk mengabaikan norma-norma kebahasaan.” Apabila dianggap
perlu, saya perlu mencatat pernyataan ini. Satu pertanyaan muncul lagi, semoga
kali ini tidak mengesalkan. Apa yang hendak disampaikan Yang Kung dengan
CATATAN LEPAS-nya hingga dia terkesan mengabaikan norma-norma kebahasaan?
Hujan. Apa yang hendak dimaknakan dengan
hujan? Hujan itu air yang tumpah, turun dari langit bersama-sama, dalam jumlah
besar. Hmm, puisi? Yang Kung ingin mengibaratkan puisi sebagai hujan? Bisa
jadi. Barangkali. Dan saya kira memang begitu. Puisi, apalagi di ruang maya
facebook, turun dalam jumlah besar-besaran, seperti hujan. Puisi berubah
perangai, menjadi mengesalkan, dan lebih parahnya lagi, tak sedetik pun waktu
berlalu—di facebook—tanpa kehadiran puisi.
Semua orang merasa menulis puisi di facebook,
semua orang merasa menjadi penyair di facebook. Puisi dulu dikenal sebagai
pembawa pesan, mengisahkan kelembutan, mengajarkan kesantunan. Kini, puisi, di
facebook, berubah perangainya. Tingkah polah puisi makin mengesalkan. Puisi
semestinya patuh pada sistem bahasa dan sistem komunikasi, meski boleh
mengabaikan kedua sistem itu jika—dan hanya jika—dianggap perlu. Kini, puisi
melepaskan diri dari kedua sistem. Pemaknaan licentia peotica yang serampangan barangkali penyebabnya.
Setiap orang bisa menulis kalimat buruk.
Penulis hebat tahu kapan dia harus menuliskan kalimat buruk. Kalimat buruk yang
akhirnya menjadi baik karena tepat guna. Aha, akhirnya, saya menemukan
kedahsyatan CATATAN LEPAS. Semua kesalahan tata bahasa dalam puisi ini barangkali
kesengajaan. Pun, pemberian judul. CATATAN LEPAS adalah catatan tentang puisi
yang sudah seenakudelnya melepaskan diri, lepas dari kaidahnya sendiri, hingga
akhirnya melemahkan makna dan fungsi puisi. Puisi yang berisi ejekan terhadap
puisi, dahsyat!
1 Response to "Ejekan Tersembunyi"
Nice.
Posting Komentar