bilamana kau sedang sibuk memilah
sepi dari bungkusnya
lalu memutuskan satu batang mana
akan kau tarik dan putar
—bersama kekar waktu yang tak bisa
berbalik—
maka mulut benar-benar terpantik
lalu terbakar-membakar
sedang asap itu sejatinya hanyalah
kenangan-kenangan
yang lebih pandai menyaru penjara
dari dirimu yang gamang menjadi
manusia
lalu angin adalah kebebasan adalah
juntai kunci
lihai menampakkan diri pada mata
hati yang mencampakkan
duh, meja begitu mudahnya mengaduh
kesakitan
seiring gaduh kaki kipas angin yang
runtuh
saat menjejak-jejak, mendesak-desak
tembok
dari ketabahan yang masih saja entah
tapi mampu merontokkan engsel pintu
tua
barangkali itulah
ketika kau makin sibuk memilah sepi
dari bungkusnya
tapi tak kunjung menemu pintu lain
tuk dibakar tuk membakar
segala putar-putar kipas angin yang
masih saja menyalakan
kenangan-kenangan yang memenjarakan
—sedang dirimu hanyalah puisi yang
tak benar-benar lagu
lihatlah,
siang begitu tualang sembari
menguning bebuahan
dari pucuk yang menunduk pohon
pisang
dedaunan hijau nampak begitu teduh
membayang-bayang seperti dua tubuh
kekasih yang berpelukan
saling mengobati tiap kesakitan di
pintu melenceng
tempat segala keluar masuk
bergantian mengambil peran
Agustus 2011
Agustus 2011
No Response to "Pohon Pisang di Halaman Rumah"
Posting Komentar